Lampung Blogging_ Guna menindak para pengguna medsos yang kerap mengutarakan
kebencian hingga berpotensi menimbulkan konflik social, Kapolri Jenderal
Badrodin Haiti, mengeluarkan surat edaran (SE) bernomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran
Kebencian (hate speech). Surat ini keluar dari markas besar Kepolisian Republik
Indonesia (Mabes Polri) dan diteken langsung Kapolri.
Sebagaimana di kutip dari situs berita Merdekanews,com,
dikeluarkannya SE ini bertujuan untuk menegakan hukum atas dugaan terjadinya
tindak pidana ujaran kebencian dengan mengacu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP).
Seperti hukuman empat tahun penjara bagi siapa saja
yang menyatakan permusuhan di depan umum, sesuai Pasal 156 KUHP. Pidana penjara
paling lama dua tahun enam bulan untuk cacian yang disebarkan melalui tulisan,
sesuai Pasal 157 KUHP. Pidana penjara paling lama sembilan bulan untuk kasus
pencemaran nama baik, sesuai Pasal 310 KUHP.
Hukuman empat tahun penjara untuk pelaku penyebaran
fitnah sesuai dengan Pasal 311 KUHP, dan pencabutan hak-hak berdasarkan pasal
35 No. 13. Bagi yang menyebarkan berita
bohong, maka akan dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 1 miliar, sesuai Pasal 28 jis. Pasal 45 ayat (2) UU
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kadiv Humas Mabes
Polri, Irjen Pol Anton Charliyan berdalih, Kapolri mengeluarkan surat tersebut
menengok beberapa konflik horizontal berbau SARA yang terjadi Tolikara, Papua
dan pembakaran gereja di Aceh Singkil. Dua kasus itu cukup menyita perhatian.
Apalagi polisi mencium adanya provokasi dan pernyataan berbau rasis dari salah
satu pihak di dunia maya. Selain itu, sebelum bentrokan yang berujung pada
pembakaran rumah ibadah, massa dari kedua belah pihak termonitor berkumpul di
dunia maya dan terlibat perang opini.
Terkait denga surat edaran bernomor SE/6/X/2015 tentang
Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech) terus bergulir. Ketua DPP PAN Yandri Susanto angkat bicara. Dia meminta Kapolri Jenderal Badrodin Haiti
menarik kembali surat edaran berisi ancaman mempidanakan penyebar ujaran
kebencian. Dalam pandangannya, surat itu mengganggu iklim demokrasi. Masyarakat
bakal takut mengungkapkan pendapat dan mengkritik dengan saluran media sosial.
Berangkat dari itu, Yandri meminta kapolri menarik kembali surat itu.
"Ini menimbulkan kegaduhan. Orang mungkin takut
kalau berpendapat dianggap menyakiti orang atau menimbulkan semacam
ketidaksukaan kelompok lain. Menurut saya tidak perlu. Jadi Polri kalau bisa
itu dicabut atau kalau tidak dicabut, diberi penjelasan jangan sampai nanti
disalahgunakan oleh jajaran Polri di bawahnya. Orang bilang bahwa ini ada
semacam ancaman baru. Ada semacam mengebiri kebebasan berpendapat," kata
Yandri , Selasa (3/11).
Dia menebak, ada kemungkinan surat edaran itu bisa
disalahgunakan untuk mengkriminalisasi seseorang. Padahal di era demokrasi
terbuka seperti saat ini, kritik diperlukan untuk membangun bangsa.
No comments:
Post a Comment
Hindari Komentar yang mengandung Spam, P*rn* dan SARA.