Lampung Blogging: Survai Menunjukkan 62,7 % Siswi SLTP Sudah Tak Perawan. Siapa Yang Salah?

Informasi Terbaru

Friday 4 December 2015

Survai Menunjukkan 62,7 % Siswi SLTP Sudah Tak Perawan. Siapa Yang Salah?




ARTIKEL PARENTING LAMPUNG BLOGGING _Tak dipungkiri, bahwa saat ini telah terjadi pergeseran nilai-nilai dalam masyarakat. Anda boleh lihat kiri-kanan. Anda juga bisa melakukan survei ke sekolah-sekolah. Anda boleh lakukan riset dengan wawancara mendalam. Telitilah dengan cermat, kondisi pergaulan anak-anak dan remaja zaman sekarang. Penyalahgunaan narkoba, Free sex, pesta, dugem dan lain-lain, sepertinya hal-hal semacam itu sudah menjadi pemandangan lumrah dan umum bagi sebagian orang.

Membahas permasalahan remaja, tentu tak bias dilepaskan dari pengertian remaja itu sendiri. Secara sederhana, remaja merupakan sosok individu yang sedang mencari jati diri.  Dimana pencarian jati diri tersebut, kerap di tunjukkan dengan perasaan ingin mencoba terhadap sesuatu hal yang baru. Dan disini, peran lingkungan tentu memiliki pengaruh yang sangat signifikan bagi perkembangan mereka. Namun, sebagai tempat sosialisasi primer, keluarga juga memiliki peran aktif dalam membentuk prilaku anak.

Tahun 2008,  Komisi Nasional Perlindungan Anak (KNPA) melakukan survai terhadap siswa-siswi tingkat SLTA dan SLTP di 33 provinsi mengenai pacaran. Hasilnya pun sangat mengejutkan.  KNPA menyebut sebanyak 97% siswa SMP dan SMA pernah menonton film Porno. Sementara disisi lain, anak-anak usia pelajar tersebut pun menyatakan bahwa saat berpacaran, sebanyak 93,7%. Pernah melakukan ciuman, masturbasi, dan oral seks. Tercatat juga,  Siswi SMP yang sudah tidak perawan tercatat 62,7%, dan yang pernah aborsi mencapai 21,2%.

Tak kalah mengejutkan lagi, empat tahun kemudian atau tepatnya pada Tahun 2012, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) melalui penelitian yang dilakukannya menyatakan,  bahwa beberapa remaja kerapkali melakukan hubungan seks pranikah di rumah orang tuanya sendiri. Remaja-remaja ini rupanya tahu persis kapan orang tua mereka pergi dan kapan pulangnya. Mereka melakukan di rumah mungkin karena belum cukup uang atau tak berani untuk melakukannya di hotel atau losmen. Selain itu, karena kedua orang tua bekerja, di rumah hanya ada si Mbak, sementara kontrol sosial semakin longgar.

Harus kita akui, bahwa gaya pacaran remaja masa kini memang kelewat “merdeka”. Pegangan tangan, ciuman, pesta, dan bahkan berhubungan layaknya suami istri, sudah bukan hal baru lagi dikalangan remaja. Sebagaimana di kutip dari portal pojoksatu,id, Baru-baru ini (Agustus 2015), Tim Riset Badan Penelitian dan Pengembangan (Bandiklat) Kaltim Post mengadakan survai dengan melakukan penelitian bertema pacaran terhadap remaja berusia 15–20 tahun. Hasilnya, 16 persen dari total responden di Balikpapan mengaku pertama kali berpegangan tangan dengan kekasihnya pada usia sembilan tahun atau masih SD. Responden lain, pada usia 15 tahun sudah berhubungan badan.

Melihat fenomena diatas, sudah tentu sebagai orang tua, kita perlu mawas diri terhadap prilaku remaja yang salah satunya mungkin adalah buah hati kita agar tidak terjerumus pada kondisi negative tersebut.

Sebagaimana dikutip dari situs pesona,co,id, Psikolog UI, Yudiana Ratna Sari, M.Si, menyatakan bahwa jika ditelusuri cermat, sebenarnya pergeseran nilai tersebut dimulai dari dalam keluarga. “Salah satu contoh kecil adalah,  zaman saya kecil, untuk mendapatkan sepatu baru harus mendapat nilai bagus dulu, lalu menunggu sampai ayah gajian. Tidak serta merta mendapatkan yang dimau merupakan bagian dari pengendalian diri. Sekarang anak-anak dengan mudah mendapatkan apa saja, bahkan yang tidak mereka perlukan, karena orang tua sekarang mau gampangnya saja," papar Sari. Padahal, kemampuan mengendalikan diri pada anak -termasuk tidak mengumbar nafsu- sangat dibutuhkan untuk mencegah perilaku seks bebas pada remaja. Nah, sudahkah kita mengajarkan nilai itu?

Lalu bagaimana cara mendidik anak agar tidak terjerumus pada lingkungan pergaulan bebas yang  negative. Simak penjelasan berikut sebagaimana dilansir dari Familyshare.

Kecanggihan teknologi hingga pengamanan selama 24 jam penuh rupanya tidak cukup untuk memagari anak agar tidak terjebak akan pergaulan bebas. Teknologi sebagai sistem keamanan seperti CCTV di rumah memang diharapkan dapat membantu orangtua agar anak terhindar dari bahaya dan anak tidak bisa keluar rumah pada malam hari. Sehingga remaja tidak terjerumus pergaulan bebas.

Namun, agar hal itu berhasil sejujurnya perlindungan yang sebenarnya adalah bagaimana cara orangtua mendidik dan membesarkan anak. Berikut tips agar anak tidak terjerumus dalam pergaulan bebas,:
Selektif memilih lingkungan bergaul
Anak perlu diajari bagaimana mencintai dan menunjukkan rasa hormat kepada semua orang, tetapi ingatkan juga kalau mereka harus sangat selektif saat memilih lingkungan untuk bergaul. Bukan berkaitan pada popularitas, tetapi terkait dengan kekuatan karakter akan terbentuk dari teman-teman dekat.
Jangan ada sarkasme dan kata-kata negatif di rumah
Nada bicara akan menciptakan karakter sebuah keluarga. Jika Anda ingin rumah terlindungi dari hal negatif, maka jangan mengeluarkan kata-kata negatif untuk memerintah. Jadilah pemberi saran yang baik, bukan kritikus.
Ceritakan sejarah keluarga
Orangtua perlu membentuk kestabilan emosi anak. Ceritakan tentang sejarah keluarga agar mereka memiliki rasa, identitas, dan optimisme untuk mencapai masa depan yang baik. Hal ini menyadarkan anak dari mana mereka berasal dan mereka tahu batasan dan apa yang harus dilakukan.
Berdoa atau ibadah bersama
Kekuatan dasar iman akan membentuk ketahanan yang kuat untuk menjalani hidup. Sehingga mereka tak mudah goyah jika digoda pergaulan menyimpang.
Kekuatan Cinta Kasih
Tidak ada orang tua yang sempurna, sehingga Anda pasti akan membuat kesalahan, tapi cinta memiliki kekuatan untuk menutupi semua kesalahan. Cinta adalah tugas yang paling penting dan hak istimewa sebagai orang tua.

 Demikian ARTIKEL PARENTING LAMPUNG BLOGGING.  Semoga bermanfaat.

No comments:

Post a Comment

Hindari Komentar yang mengandung Spam, P*rn* dan SARA.